Saya dan adik saya si Uul, sering tertawa apabila menonton beberapa acara tivi di RI.

Salah satu yang membuat saya dan Uul ngakak (*tertawa keras-keras, dari bahasa betawi Jakarta*) adalah ketika menonton acara yang berjudul Tim Pemburu Hantu. Selain itu, Sinetron Hidayah juga membuat kami tertawa. Kadang-kadang sampai guling-gulingan di depan tivi.

Sambil berfikiran, ada-ada saja media di Indonesia.

Tapi sebelumnya, saya mohon maaf dulu nih yaa pembaca. Pasti diantara anda ada yang menyukai dua tayangan diatas. Dan merasa tersinggung. Maka itu saya mohon maaf kalau anda tersinggung. Percayalah, dalam tulisan ini tidak ada maksud menyinggung anda.

Selera humor itu bagi saya abstrak. Apa yang saya anggap lucu belum tentu lucu, bagi orang lain. Tapi kebetulan saya punya selera humor yang sama dengan si Uul. Maka itu kami berdua tertawa-tawa ketika melihat acara tivi Tim Pemburu Hantu dan Sinetron Hidayah.

Saya tidak akan membahas masalah kepercayaan dalam tulisan ini. Jadi bagi anda yang percaya maupun yang tidak percaya hal mistis, santai saja.

Dan saya juga tidak akan membahas soal saya yang memiliki kepercayaan pada tuhan tertentu atau tidak. Itu urusan yang tidak ingin saya bagi kepada publik. Sebab saya ini egois, tidak ingin berbagi tuhan dengan anda. Hehe.

Ok. Sekarang kita bahas, satu-satu. Dimulai dari Tim Pemburu Hantu.

Apa itu Tim Pemburu Hantu?

Tim Pemburu Hantu (*yang dengan semena-mena saya singkat jadi TPH biar gampang menyebutnya*), adalah sebuah acara di televisi swasta di RI.

Acara ini menampilkan sekelompok orang sedang beraksi dalam memburu hantu. Ditonton oleh segerombolah massa yang tertarik di sekeliling aksi mereka. Entah tertarik karena hantu, atau tertarik dengan alasan ‘sukur-sukur bisa masuk tipi’.

Dalam penayangannya, acara ini kalau tidak salah berdurasi selama 1 jam.

Menurut website Tim Pemburu Hantu, TPH adalah “…semata untuk membantu sesama yang terkena gangguan ghaib bukan bermaksud untuk menonjolkan kekuatan. Semoga Apa yang kami lakukan dapat membantu serta menghilangkan rasa cemas para pelapor. Amin“.

Tim Pemburu Hantu ini banyak sekali peminatnya. Mungkin karena perilaku anggota TPH yang unik dalam menjalankan aksinya.

Keunikan ini ada diantaranya adalah kesaksian mengenai mantan anggota TPH yang katanya bertemu Yesus Kristus. Lalu pengakuan salah seorang anggota TPH yang katanya hantu-hantu yang ditangkap akan dimasukkan ke apartemen hantu.

Dalam aksinya, para anggota TPH ini terlihat berdiri. Kadang duduk bersila. Kadang berlari. Kadang memejamkan mata. Kadang melotot. Kadang diam. Kadang berteriak bagai marah HAH! HAH! Namun, semuanya punya satu kesamaan, yaitu komat-kamit. Bagai mengulum permen karet alot. Mulut mereka terus bergoyang-goyang.

Mereka baru akan berhenti apabila sudah banyak peluh keluar dari tubuh. Apabila seseorang pelukis yang berseragam TPH, memakai baju gamis panjang dan sorban, selesai melukis hantu imajinya. Dan apabila seseorang anggota TPH membuka kendi dan menutupnya erat-erat. Untuk menyimpan hantu raksasa besar yang terlihat dalam gambar yang dilukis.

Sungguh menarik.

Tim Pemburu Hantu ini katanya berating tinggi. Banyak yang menonton acara tersebut. Namun pada bulan ramadhan, tayangan ini dihentikan.

Mengapa dihentikan?

Mungkin karena sama pengaruhnya seperti menonton tayangan porno? Atau karena bulan ramadhan semua setan/iblis dirantai? Atau mungkin karena daya jual yang menurun? Atau malah alasan politis? Entahlah.

Saya tidak tahu jawabnya.

Maka itu, sekarang kita akan membahas salah satu tontonan yang tidak kalah menariknya. Yaitu Sinetron Hidayah.

Apa itu Sinetron Hidayah?

Sinetron berasal dari kalimat Sinema Elektronika. Berdasarkan Ensklopedia Hutchinson, sinetron adalah “Serial melodrama radio atau televisi. Berasal dari Amerika Serikat tahun 1930-an. Pada awal-awalnya sinetron di kenal juga sebagai opera sabun. Karena disponsori oleh pabrik sabun serta pabrik deterjen”.

Sinetron Hidayah (yang saya singkat ugal-ugalan menjadi SH) katanya mirip dengan TPH. Bedanya menurut Anjar Priandoyo, SH itu banyak adegan reproduksinya.

SH ini tontonan dengan durasi sekitar 1 jam. Kadang bersambung. Kadang adalah plot cerita mandiri. Namun semua tayangannya mempunyai persamaan, ada pelaku yang diam namun komat-kamit mulutnya. Kadang si pelaku adalah Pak Haji, Pak Kyai, Pak Dukun, atau lelaki/perempuan yang dibalut keinginan tertentu.

Sinetron Hidayah ini menonjolkan aspek reliji dalam setiap tayangannya. Agama yang dijadikan sasaran tembaknya adalah Islam. Para pelaku protagonis digambarkan selalu relijius. Tokoh antagonis adalah yang non-relijius. Namun tokoh antogonis dan protagonis selalu sama, diselubungi mistis.

Sinetron Hidayah adalah salah satu tontonan yang mempunyai rating tinggi pula. Bagaimana tidak tinggi, jika adegan-reproduksi-digabung-relijius-sekaligus-mistis, ditayangkan pada jam tayang utama. Ketika bapak baru saja pulang kerja. Ketika Ibu sudah selesai mandi dan berdandan merangsang feromon suaminya. Ketika pembantu sudah selesai mencuci piring bekas makan malam. Ketika anak-anak sudah selesai mengerjakan pekerjaan rumah.

Sebuah tayangan yang memanjakan semua mata. Dari mata yang bernafsu melihat adegan suami istri dalam melakukan reproduksi. Hingga mata yang ingin melihat ‘efek langsung’ kesungguhan dalam mempraktekkan ajaran relijius. Sampai mata yang penasaran menyibak rahasia alam gaib.

Sebuah tayangan yang katanya memanjakan ‘mata ndeso’ yang letih melihat kejahatan selalu menang di republik ini .

Sungguh menarik.

Mengapa menarik?

Jelas menarik sekali. Dari tayangan-tayangan diatas, seakan terlihat Republik Indonesia bagaikan sebuah negara sihir besar. Dimana setiap tayangan mengenai mistis selalu laku untuk dijual.

Dari tayangan diatas pula dapat diketahui, bahwa republik tercinta ini memiliki bangsa yang sungguh-sungguh relijius. Buktinya, semua tayangan rating tinggi selalu berselimut reliji.

Bohong kalau ada yang bilang negara ini tidak dilingkupi reliji. Sudah terbukti toh ketika seorang da’i diperlakukan bagai selebriti. Diburu-buru paparazzi. Digoyang kanan kiri untuk jumpa pers. Ketika ketahuan kawin lagi.

Lalu kenapa saya dan si Uul tertawa terbahak-bahak?

Sebab setiap melihat dua tayangan tersebut, kami berasa bagaikan sedang memainkan film Harry Potter. Dimana Inggris terbagi dalam dua dunia. Pertama, dunia manusia yang disebut dunia muggle. Satu lagi, dunia sihir. Dunia para penyihir seperti Harry Potter dan teman-temannya.

Bedanya, kami tidak tinggal di London, seperti si penyihir muda Harry Potter. Kami tinggal di Cilincing. Kami tidak hidup dalam buku karangan JK Rowling. Melainkan nyata-senyata-nyatanya dengan semua problematika yang pasti amat sulit diciptakan dari rekaan seorang pengarang.

Lalu kenapa juga masih tertawa?

Sebab kami berandai-andai. Jika sebuah buku ditulis 100 tahun mendatang.Bukan buku fiksi. Sebab isinya menceritakan tentang sebuah negara dengan banyak pulau. Dengan penduduk yang tidak kalah banyaknya.

Sebuah buku pendidikan sejarah bangsa, isinya mengenai republik sihir. Dengan bangsa yang amat relijius. Namun gila sex.

Pasti laku.

(*Tulisan ini pasti laku dicari para makhluk yang memakai kata kunci Harry Potter dan Sex. Hehe. Ok, siap-siap melihat ada komentar yang akan berdagang tuhan, neraka, surga dan moral dalam komentar-komentar dibawah ini*)