Waktu kartunisasi tokoh agama dan film yang kemungkinan besar akan memicu umat beragama tertentu marah bereaksi, akan beredar, saya amat tertarik sekali.
Personifikasi tokoh suci serta visualisasi mereka (dan ajarannya) dalam film itu memang selalu menarik. Entah bagi yang percaya maupun tidak, selalu menarik.
Tapi percayalah, saya tidak akan membahas pro-kontra film atau visualisasi tokoh-tokoh suci. Jujur saja saya tertarik memang membicarakannya. Sebagaimana setiap orang suka makan masakan hangat. Namun sayang sekali, saya paksa diri untuk tidak membicarakannya.
Kenapa?
Takut ahh. Jujur saja nih, ilmu saya sedikit. Kalau ilmu sedikit apa-apa serba tanggung. Serba salah. Mau bilang itu salah, bilang ini, juga salah. Makanya, sebelum bilang sesuatu, yaa membaca dulu. Ikhtiar dahulu. Agar salahnya tidak kebablasan di depan publik dunia maupun akhirat. Hehe.
Tadinya saya mau bilang pada publik, kalau situ tidak suka yaa jangan dipaksa.
Kalau tahu bahwa ada tulisan, gambaran atau film yang memicu konflik, yaa jangan ditonton. Kalau pun terpaksa harus melihat, yaa tahan emosinya. Kalau pun terpaksa harus emosi, keluarkanlah dengan cara yang baik, misalnya dengan nasihat. Nah kalau yang dinasihati tidak mau mendengar, yaa sabar, jangan pakai cara kekerasan.
Kita kan orangnya cinta damai, hehe. Kalau kata penikmat reggae, “Peace man“.
Karena kita cinta damai, tapi mau protes. Yaa pakai nasihat untuk protes. Maka itu kalaupun ternyata yang diberi nasihat tidak mau dengar, yaa boikot lah satu-satunya jalan bagi wong cilik macam kita untuk menasihati para penggede.
Bukankah Gandhi dapat meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Inggris di India dengan boikot melalui Ahimsa.
Tapi mau ngomong begitu, saya ndak berani yaa. Ilmu saya sedikit. Kalau ilmu sedikit, yaa sebaiknya mulut jangan sembarangan diumbar. Salah-salah, menjirat leher sendiri.
Daripada menghabiskan nyawa gara-gara lidah tidak terkontrol, lebih baik membahas yang lain saja. Dan karena saya memang akhir-akhir ini menyukai film, yaa bahas film saja.
Kali ini saya akan membahas film-film apa saja yang memvisualisasikan isme-isme dan mendapat sambutan hangat di masyarakat.
Apa saja film tersebut;
1. The Ten Commandement
Ini film yang menceritakan kisah Moses (atau Nabi Musa, bagi beberapa orang di belahan dunia lainnya). Film ini diangkat dalam beberapa versi.
Versi kedua, versi yang paling banyak dianugrahi penghargaan Oscar. Yaitu The Ten Commandments yang dibuat tahun 1956. Dibintangi oleh aktor plontos Yul Brynner sebagai Rameses (alias Firaun, bagi beberapa orang di belahan dunia lainnya).
Versi pertamanya sendiri dibuat tahun 1923, dalam film bisu. Menarik sekali, membicarakan sepuluh perintah tuhan dalam kondisi gagu.
Versi selanjutnya, dirilis tahun enam tahun sesudah versi kedua keluar, di bioskop-bioskop Paris. Judulnya Le Diable et les dix commandements. Versi ini tidak terlalu bergaung di publik Hollywood. Tapi di Eropa, film ini boleh dikategorikan sebagai sukses luar biasa.
Filmnya sendiri ‘agak nakal’, menceritakan ketika setan menitis ke tubuh wanita seksi (dan lalu menggoda manusia agar melanggar sepuluh perintah tuhan, …eheemm).
Setelah itu, tidak ada lagi versi The Ten Commandement yang punya ingatan kuat di hadapan publik. Baik versi musikal tahun 2006 hingga parodi dan kartunnya pun, yang dibuat setahun sesudahnya, melempem seperti kerupuk kena air.
Nampaknya, publik bosan dengan Moses.
2. Jesus Christ Superstar
Versi dokumenter film ini, di buat pada tahun 1972, tidak terlalu hangat dibicarakan publik. Namun pada tahun 2000, versi film musikalnya mendapat sambutan luar biasa. Terutama yang di versi pertunjukan live musik opera.
Jesus Christ Superstar, menceritakan kehidupan Jesus dalam sudut pandang Judas. Dimana Judas-nya sendiri (dalam lakon ini) adalah, seorang bintang rock and roll. Dan tentu saja kisah suci beserta tokoh-tokohnya ini bergelimang sex, drugs dan raungan musik cadas.
Versi musikalnya mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Benar-benar hangat. Sebab sebuah gedung pertunjukan di Broadway, Amerika Serikat, hampir diancam akan hangus oleh bom apabila terus melanjutkan pertunjukan musikal ini.
Di Eropa, pertunjukan ini (baik film maupun pentas panggung-nya) mendapat kritikan tajam dari beberapa pemeluk agama. Namun, suara mereka jelas kalah oleh arus demokrasi.
Menariknya, alih-alih melakukan aksi teror atau boikot, publik Eropa malah mendiamkan film dan aksi panggungnya. Secara bisik-bisik, para pemeluk agama menanamkan pada anak-anak kecil mereka bahwa film ini membosankan.
Hebatnya, aksi itu malah berhasil luar biasa. Film maupun teatrikal Jesus Christ Superstar sepi pengunjung. Tidak ada publikasi gratis. Orang-orang lebih suka menonton Mamma Mia, drama operet musikal yang didasari hits ABBA, grup musik jadul dari Swedia.
Versi Jesus dalam film, yang paling laku dijual pada publik adalah The Passion of the Christ. Disutradarai oleh aktor kondang Mel Gibson pada tahun 2004. Konon katanya, selain meraih banyak penghargaan, film ini meraup dollar yang tidak kalah sedikitnya dibanding pemeluk agama yang mempercayai kisah ini.
Kata produsernya, “Semakin banyak orang beragama, semakin untung kita”.
3. Lawrence of Arabia
Beberapa orang memilih film ini sebagai salah satu film terbaik sepanjang masa. Film jaman dulu ini (dibuat tahun 1962 dan didasari kisah nyata), menceritakan seorang komandan Inggris yang ditugaskan kerajaannya untuk mengatasi konflik di Kairo pada tahun 1920-an.
Lawrence, si tentara Britania Raya ini disersi dari kesatuannya untuk membantu gerilya Arab. Pelariannya ini menimbulkan banyak pertanyaan, sebab ia sesunguhnya agen ganda yang disusupkan Inggris menumbangkan kesultanan Ottoman di Turki.
Yang menarik, bukan epos perjuangan dalam menumbangkan kekaisaran yang sudah ratusan tahun mengakar di jazirah Arab tersebut. Melainkan, proses dimana mereka sudah berhasil menumbangkan Ottoman. Yaitu, mereka menyadari, bahwa pemerintah baru, gerilyawan Arab, ternyata tidak dapat dipersatukan.
Agama dan persamaan hak yang mereka usung sebagai basis perjuangan, ternyata hanya slogan ketika telah mereka berkuasa. Kesukuan malah terlihat mengemuka.
Film ini manarik sekali. Sebuah perpaduan dan pertentangan antara nasionalisme, chauvinisme hingga agama tradisi yang dibalut keserakahan manusia.
4. Hotel Rwanda
Sebenarnya saya tidak tahu, apa yang harus saya pilih. Apakah Hotel Rwanda atau Schindler List. Dua-duanya sama (minimal buat saya). Menceritakan manusia yang merasa lebih tinggi daripada manusia lain. Lalu, berusaha mencelakakan manusia yang dianggap lebih rendah.
Hotel Rwanda, bersetting di Rwanda, Afrika. Sementara Schindler List, bertempat di Polandia, Eropa Timur. Menceritakan sebuah kisah yang mirip sama. Dimana Paul Rusesabagina, seorang manajer hotel berbintang di Rwanda, melindungi para pengungsi Tutsi di hotelnya agar tidak dibantai milisi Hutu.
Sementara di belahan bumi lainnya, Oskar Schindler, membuat pabriknya sebagai tempat perlindungan bagi pengungsi Yahudi Polandia dari keganasan NAZI Jerman.
Persamaan antara Paul dan Oskar bukanlah pada sebelum kejadian mereka adalah pebisnis rakus yang bertobat, setelah melihat terlalu banyak korban manusia. Melainkan bahwa mereka, yang sungguh begitu berbeda, terperangkap dalam dunia yang sama. Dunia isme yang kemudian menjadi brutal dan begitu mengerikan untuk digambarkan.
—-
Yaa maaf. Disudahi dulu cerita kali ini. Waktu menulisnya hampir habis.
Saya rajin menulis akhir-akhir ini bukan karena apa. Melainkan sebab makan siang yang sedikit. Dapat jatah makan siang satu jam. Sementara, lauk yang saya bawa dari rumah, hanya lemper dua bungkus.
Jadi perut yang keroncongan, dengan serta merta menghabiskan dua kepal gulungan nasi ketan itu. Dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Hanya butuh lima menit. Tandas. Tak bersisa. Kecuali bungkusnya, tentu saja.
Sementara sisa 55 menit waktu sisa makan siang, mau saya apakan? Diskusi?
Bagaimana bisa diskusi, ketika teman-teman saya makan sangu dari rumah sungguh mantap menggiurkan selera. Tinggallah saya diskusi tidak memperhatikan topik. Melainkan sibuk mengawasi gerak mulut lawan diskusi saya mengunyah makanan yang sungguh terlihat lezat amboi tiada tara.
Malu euy.
Maka itu, yaa waktu yang tersisa dipakai menulis iseng seperti ini. Dan ini pun maaf, bukan tulisan cerdas. Gimana mau cerdas, kalau tipikal anak Indonesia berotak rata-rata, macam-saya-ini, cuma dikasih nasi lemper dua kepalan tangan untuk makan siang?
Jadi, kalau anda suatu waktu menyadari bahwa saya jarang menulis. Itu tandanya makan siang saya sungguh enak dan mengenyangkan. Hehehe.
Kata teman diskusi saya, “Orang kenyang susah marah”.
Artinya apa? Entahlah.
Dan hubungannya dengan film yang memicu kemarahan apa? Entahlah.
Atau hubungannya dengan orang Indonesia apa? Entahlah.
Yang pasti, kalau anda lapar maupun tidak. Lauk makan siangnya enak maupun tidak. Silahkan komentar. Hehehe.
Maret 6, 2008 at 1:45 pm
Ten Commandment ada dibuat serial TV-nya ya bang? Soalnya di metro tv tiap minggu ada tuh.
Kalau filem yang menyangkut agama dan isme-isme ini, saya paling inget filem yang dulu tayang tiap tengah malam tanggal 30 september itu.
Wuiih, itu filem nempel di otak ga pernah ilang. Seram, kejam, sekaligus membangkitkan bermacam rasa aneh seperti benci komunis, cinta presiden dan semacamnya.
Kalau tiap filem itu main, besoknya saya dan teman-teman di SD pasti heboh cerita. Padahal tiap tahun filemnya sama
“Silet ini tajam jenderal..”
—-
Hahaha. Saya sangka, komentar ini bakalan muncul di deretan dua digit. Nggak menyangka dapat kehormatan, sebuah jawaban pertanyaan langsung disambar oleh komentator pertama.
*salut buat mansup*
Maret 6, 2008 at 2:11 pm
hihi, mansup ada-ada aje…
yang paling inget bunyi mesin tik di awal film G30 S itu wuah serem…
aih ko malah film itu.. 😀
_________________________________
hotel rwanda, ciamik sekali, ekspresi ketakutannya benar-benar terasa, dan PBB tidak bisa apa-apa hiks…
_________________________________
wuah, ada hub-nya ternyata, antara lapar dan menulis ya Bang hihi
—-
Antara lapar dan menulis, hehe, buat saya banyak sekali hubungannya, Mas Goop.
Maret 6, 2008 at 2:52 pm
Wadoooh, boss….
Sayah doloo punya kasetnya Jesus Christ Super Star emang kereeen abis boss….
Maklum, digarap sama dedengkot Deep Purple…
Tapi sayah bingung jugak nih sama Post bang Aip, apa memang berhubungan yah, antara makan sekepal dengan isme-isme itu…???
Maklum, perut sayah jugak mulai lebih kenyang dari semestinya….
😆
—-
Katanya Mas Mbel. Ini katanya orang loh. Makin sedikit makan, makin sering bertanya. Di sisi lain, makin lapar, makin ganas pula manusia.
Di negara yang penduduknya lapar tidak banyak, isme tidak begitu bergigi. Sementara di negara yang penduduknya lapar, isme malahan begitu kuat. Katanya, ngapain mikirin isme, kalau perut kenyang.
Tapi, itu bukan teori saya sih. Hehehe
Maret 6, 2008 at 3:30 pm
kalo pelem yg nomor 4 (both), buat saya “tragis dan menyedihkan”…
—-
Ada anaknya teman saya, hingga kini kadang masih menangis kalau ingat dua film tersebut.
Maret 6, 2008 at 5:31 pm
Komentar filmnya dulu. Buat yang no 3, pengalaman pertama kali untuk saya nonton film 3 jam full padang pasir. Oasis dan city-viewnya jarang sekali ditampilkan. Begitu ‘Islami’ 🙂
Akting para pemeran bagus sekali. Sayang saya kurang melihat motivasi paham Wahabi di film tsb. Sang Raja, berikut para pemimpin suku yang lain cenderung bersikap pragmatis (mungkin memang sesuai ddengan kenyataannya ? 🙂 )
Syriana-nya George Clooney agak mirip dengan film ini.
—-
Oh ya benar, Syriana. Kelewatan juga tuh oleh saya sebagai bahan perbandingan. Makasih Mas Oddie atas masukannya.
Maret 7, 2008 at 4:06 am
walah…pilm-pilm lama. banyak yang belum saya tonton.. 😐
btw saya biasanya makan pagi digabung dengan makan siang, jadinya brunch..
*ga nyambung blas*
—-
Brunchnya pake apa Chik?
Maret 7, 2008 at 5:35 am
Perasaan saya mengatakan bahwa para pejabat yang menduduki kursinya sekarang kebanyakan dulu makan gethuk ama lemper loh pak?!!!! hehehehehehe
—-
Wah hebat, bapak banyak berteman dengan pejabat yaa? Jadi tahu info seperti ini. Mohon teman-teman pejabatnya diminta ngeblog juga Pak. Seperti bapak. Agar bisa kami tanya kebijakan-kebijakan mereka terhadap publik.
Terimakasih.
Maret 7, 2008 at 11:13 am
lho, film The Message kok tidak dimasukkan? Atau terlewat? 😉
—-
Wah kelewatan saya. Terimakasih atas masukannya Mas Fahmi.
Maret 7, 2008 at 2:05 pm
The passion of the christ itu bagus lho, Bang.
Tp saya tau,karena lapar Bangaip jadi banyak tanya soal isme2 kan?hehe
—
Iya bener Hana. Lapar memang bikin pertanyaan. Haha
Maret 7, 2008 at 4:54 pm
Perlu kematangan berpikir untuk bisa menyikapi ‘perkartunan’ karakter ini.. satu halnya adalah ketidak-fahaman mereka yang meng-kartun-kan itu semua yang berakar dari dangkalnya pengetahuan dan kefahaman(agama), itulah mengapa keluarnya (si design kartun) hanya sebatas kulitnya saja – dan itulah yang mengundang kemarahan ummat 😀
Sepertinya perlu juga dengan kapasitas pribadi masing-masing dan kefahaman masing2 untuk memberdayakan sekitar agar mereka tidak berpandangan sempit dan kemudian mengkartun-kannya sedemikian rupa yang berakhir gebuk dan bakar itu 😀
—-
Benar, kang. (*Jujur, saya nunggu komen di bagian ini. E-eh, tak disangka tak dinyana, seorang Luigi dari Pralangga Dot Oerge yang memberi komen. Hebat. Di luar ekspektasi*). Saya juga kebetulan mau cerita juga pengalaman istri menghadapi hal ini. Pemberdayaan umat. Nanti deh kapan-kapan. Hehe.
Maret 8, 2008 at 5:46 pm
film yang di bahas film keren2 semua.
tapi saya paling suka malah pas bagian ini ni:
“Kalau tahu bahwa ada tulisan, gambaran atau film yang memicu konflik, yaa jangan ditonton. Kalau pun terpaksa harus melihat, yaa tahan emosinya. Kalau pun terpaksa harus emosi, keluarkanlah dengan cara yang baik, misalnya dengan nasihat. Nah kalau yang dinasihati tidak mau mendengar, yaa sabar, jangan pakai cara kekerasan.”
huhuhu pengen ih,
pa kabar bang aip?
😀
—-
Wah saya sibuk berat, Bedh. Semakin hari makin mirip orang jakarta nih, selalu sibuk. Hihihi.
BTW, seneng saya denger kamu udah agak sehatan sekarang.
Maret 11, 2008 at 10:15 am
untung makan lemper doang, coba makan nya join………. bisa kayak mnr.
??????????????
ha….ha……..
Maret 11, 2008 at 12:18 pm
gambar tokoh agama?
Awak lebih nggak suka kalo tiap kali awak jalan Magetan-Ngawi-Madiun-Ponorogo harus melihat banyak sekali wajah yang ngga’ ganteng yang terlalu banyak umbar janji….
Maret 15, 2008 at 2:50 pm
dari semua daftar film diatas… tak satupun yang pernah saya tonton. Maklum orang dari daerah terpencil…. 😀
Jadi, intinya saya tidak mengerti harus berkomentar apa?
Doa aja deh..semoga besok besok saya bisa nonton…biar bisa kasih komen yang lebih mutu
—-
Saya doakan, pasti
Mei 8, 2008 at 5:20 am
ORANG-ORANG BERJUBAH
Pintu flat saya diketuk. Dan, saya membukanya. Tiga orang
berjubah hitam tampak di depan pintu. Saya kaget. Apa salah
saya, sampai orang-orang dari pengadilan datang kemari?
Bukan. Ternyata, mereka orang-orang gereja. Yang di tangan
mereka bukan kitab undang-undang, melainkan kitab suci. Ayem
saya.
“Are you Christian?” tanya salah seorang berjubah itu
“No, mate, I’m a Moslem.”
Tak jadi soal. Mereka tetap mendakwahi saya. Disuruhnya saya
membaca Bibel. Saya merasa ditodong. Buat mereka, Bibel
harus dibaca, sebab dunia ini rusak karena orang tak lagi
membaca Bibel.
“Alangkah sepele sebab kerusakan dunia,” pikir saya.
“Di dalam kitab ini, kunci keselamatan ditemukan,” kata
Christ yang brewok itu. Saya jadi takut. Keadaan
kelihatannya genting. Namun, saya akui, uraiannya terlalu
simplistik. Saya jadi mengerti, mengapa teman lain yang
punya pengalaman serupa menggerutu. Tahulah saya, mengapa
banyak orang menutup pintu bagi mereka.
Malam hari, saya suka datang ke Mesjid Noble Park. Semula,
mesjid itu sebuah gereja. Karena sudah “bangkrut”, gereja
dijual. Orang-orang Polandia membelinya dan menjadikannya
mesjid. Di mesjid itu, orang Polandia juga berjubah hitam.
Mereka mengenakan sepatu waktu salat. Biasanya, selesai
salat, tiap jemaah dilempari tasbih. Tampaknya, ada petugas
yang khusus melempar-lempar.
Suasananya enak. Tenang sekali buat berzikir. Suatu malam,
di tengah kenikmatan zikir itu, seorang berjubah menjawil.
“My brother, where are you from?” tanyanya.
“Indonesia.”
Diajaknya saya bicara Semangat brotherhood nya besar. Dia
bertanya alamat di Indonesia. Juga, alamat di Australia.
Bagi brother dari Mesir ini, dunia juga rusak, karena orang
terlalu mementingkan materi.
Di Australia, misi yang dibawanya adalah “berjuang”
mewujudkan tatanan Islami. Ia mengatakan, Islam itu
sempurna. Paling sempurna. Dan, mudah. Sejauh orang menuruti
jejak Kanjeng Nabi, hidup sudah beres. Tidak lupa pula, dia
mengundang saya ke mesjid Preston, di mana saya bisa bertemu
para brother muslim dari berbagai penjuru dunia.
Saya ingat, di Monash, banyak saya jumpai brother dari
Malaysia yang punya semangat seperti itu. Mereka ini anggota
Jami’atul Tabligh. Semangat mereka hebat dalam mengajak
orang Islam untuk menjadi lebih Islam. Mereka fundamentalis.
Pandangan mereka juga simplistik. Kata-kata kunci mereka
mudah diingat: dunia sudah rusak, muslim lain hanya
sekumpulan domba yang sesat, dan tidak sempurna keislaman
kita kalau kita tak berjenggot seperti mereka. Jadi, jenggot
merupakan ukuran puritansi.
Sebaliknya, kalau sudah seperti mereka, hidup akan amat
mudah. Salah seorang brother dari Malaysia ini meninggalkan
istrinya di Malaysia. Saya tanya, apa tak “payah” hidup jauh
dari istri. Dia tegar menjawab: “Allah will provide.”
Maksudnya, Allah akan menyediakan istri. Mereka membolehkan
nikah mut’ah. Ketika itu, saya masih tinggal di hall yang
mahal. Tapi, saya bilang, sulit mencari flat yang murah.
“Allah will provide,” katanya lagi.
Tiap soal dijawab: “Allah will provide.”
Pintu flat saya diketuk. Dan, saya membukanya. Di depan
pintu, tampak orang-orang berjubah. Mereka bukan orang-orang
dari gereja, melainkan dari mesjid. Satu orang saya kenal,
karena pernah bertemu di Mesjid Noble Park. Mereka datang
bersilaturahmi. Saya lega.
Namun, ketika mereka bicara bahwa dunia sudah rusak, saya
gelisah. Saya khawatir “khotbah” mereka berkepanjangan.
Syukurlah, mereka segera tancap gas.
Di Pamulang, saya bertemu dengan orang-orang berjubah juga.
Mereka jemaah Darul Arqam. Sambil meneliti, saya mengaji
bersama mereka. Bagi mereka, dunia juga sudah rusak, karena
kita kena penyakit “cinta dunia”.
Menurut mereka, sakit itu bisa diobati dengan tatanan
Islami. Macam apa? Seperti contoh Kanjeng Nabi. Bagi mereka,
jenggot dan jubah juga simbol keislaman.
Di mana-mana, orang bicara bahwa “dunia sudah rusak”. Di
mana-mana, orang bicara puritansi. Kritik saya sederhana:
mereka lupa membedakan agama dari kebudayaan Arab dan Islam
dicampur-aduk. Dikiranya, baru sah Islam kita kalau kita
sudah “Arab”. Mereka menolak iman yang tidak tampil dalam
“wajah” Arab.
Pintu flat saya diketuk. Dan, saya membukanya. Orang-orang
berjubah dari gereja dan dari mesjid hari Minggu itu datang
bersama. Flat saya yang kecil itu menjadi gereja sekaligus
mesjid.
Saya tak setuju dengan pandangan keagamaan mereka. Tapi,
bagaimanapun, melihat semangat dan ketulusan mereka, saya
menaruh rasa hormat. Saya tetap bersikap baik. Sebab, siapa
tahu –kalau benar mereka ini “penyelamat” dunia, seperti
Kanjeng Nabi Nuh AS– saya bisa menumpang selamat di perahu
mereka.
—————
Mohammad Sobary, Editor, No.30/Thn.IV/6 April 1991
Mei 8, 2008 at 5:23 am
Apabila Anda menggali sumur, Anda harus menggalinya jauh ke
dalam sampai Anda menemukan sumber mata airnya. Dapatkah sumur
itu penuh tanpa mencapai sumber yang dalam itu? Bila Anda
bergantung pada hujan atau sumber luar lain untuk mengisi
sumur itu, maka air itu hanya akan menguap atau diserap oleh
tanah. Lalu, bagaimana Anda dapat membasuh diri Anda atau
menghilangkan dahaga Anda? Hanya jika Anda menggali cukup
dalam untuk mendapatkan mata air, maka Anda akan sampai pada
sumber air yang tak habis-habisnya. Demikian juga halnya, jika
Anda hanya membaca ayat-ayat dari kitab suci, tanpa menggali
lebih dalam untuk mencari maknanya, hal itu seperti menggali
sebuah sumur tanpa mencapai mata airnya atau seperti mencoba
mengisinya dengan air hujan. Kedua cara ini tidak akan
memadai. Hanya apabila Anda membuka mata air yang ada di
dalamnya dan ilmu Tuhan mengalir dari sana, maka mata air
sifat-sifat Tuhan akan mengisi hatimu. Hanya setelah itu Anda
dapat menerima kekayaan-Nya. Hanya setelah itu Anda akan
mendapatkan kedamaian dan ketenangan. Kearifan dan ilmu Tuhan
ini harus timbul dari dalam diri Anda; kisah Tuhan dan doa
mesti dipahami dari sisi batin. Maka Anda akan memperoleh
semua yang Anda butuhkan untuk diri Anda, dan Anda juga akan
merasa cukup untuk berbagi dengan orang lain.
M.R. Bawa Muhayyaddin
Mei 21, 2008 at 3:02 am
itu lah dunia drugs, kalau emang bener bener..garang ya..harus ngerock..abiees..supaya ngak cengeng melulu….
Mei 22, 2008 at 5:35 pm
Aq ga suka nonton pilem. Kalau musik sebenarnya aq suka, tapi haram, lha piye? Ah sudahlah, ga usah dengerin musik. Kalau main musik, ehm ra godak bin ndak bisa, he he