(Kemajuan dunia internet memang luar biasa. Nampaknya sepak terjang blog saya sudah mulai dilirik oleh para sekolah-sekolah maupun instansi/lembaga militer di Indonesia. Surat-surat dari Hamba Allah yang tidak mau disebutkan namanya mulai berdatangan ke inbox-mail. Allhamdulillah, bagus, ternyata INTELPAM nggak makan gaji buta… hehe…)

Pada awal tahun 2000-an, di sebuah sekolah tinggi militer di Pulau Jawa terjadi skandal yang cukup menghebohkan (bagi segelintir manusia yang mengetahuinya). Seorang perwira tinggi yang dipanggil dengan nama gubernur (sebutan bagi kepala sekolah militer. bintang dua) karirnya hampir terguncang kena badai.

Mengapa?

Seorang taruna (sebutan bagi para pelajar sekolah tinggi militer) baru… angkatan muda… Dipukuli oleh senior-seniornya. Namanya anak baru, yaa diam, ndak membalas. Apalagi militer. Mbalas, yaa dikemplangi rame-rame. Hingga beberapa hari kemudian ia harus terbaring tak berdaya di rumah sakit. Ternyata (kalau tidak salah, beberapa) tulang rusuknya patah.

Akibat ancaman sang senior (atau tradisi diam itu emas selamat), si anak baru ini tidak bicara kepada siapa-siapa mengenai pemukulan itu. Walaupun rontgen menunjukkan hasil yang berbeda. Ternyata tulang rusuk yang hancur itu menancap pada organ tubuh dan daging bagian dalam. Luka tancapan tulang yang patah itu menghasilkan infeksi. Si taruna muda demam dan sering pingsan.

Ternyata, bapaknya si taruna muda ini seorang militer yang pangkatnya lebih tinggi dari sang gubernur. Selain itu, beliau adalah salah seorang selebriti militer di republik tercinta. Nah looo? Kacau kan?

Sang bapak, yang walaupun mahfum dengan tradisi militer, tentu saja tetap seorang ayah. Mana ada ayah yang melepas anaknya untuk belajar, eh pas anaknya kembali, malah dikasih bonus infeksi internis organ dalam kronis?

Akhirnya… Gimana dong?

Namanya orang Indonesia. Militer atau bukan, jalan musyawarah dan mufakat tetap saja dipakai.

Akhirnya, inilah jalan musyawarah dan mufakat yang dipakai. Sang taruna muda korban kebrutalan seniornya di beri pengobatan hingga sembuh oleh sekolahnya. Sementara, sang ayah, diberi ‘oleh-oleh’ dari institusi yang mencetak banyak pemimpin republik tercinta ini. ‘Oleh-olehnya’ adalah, ‘penindak-lanjutan’ terhadap beberapa perwira taruna yang melakukan aksi tersebut. ‘Penindak-lanjutan’ itu berupa pemecatan terhadap beberapa perwira taruna…
(*Dipecat?! Aahh, masak seeh?!*) …
maaf, saya salah… ‘ehem, ehemm’
Beberapa perwira taruna itu diundur kenaikan pangkatnya.
(*mengapa paragraf ini banyak tanda kutipnya?*)

Lau bagaimana dengan Sang Gubernur?

Lalu bagaimana dengan sistem pendidikan militer di Indonesia?

Lalu bagaimana, apabila sang korban pemukulan bukanlah anak pejabat tinggi yang nama, wajah dan ucapannya sering muncul di media massa konvensional?

Jujur saja, untuk pertanyaan diatas, saya ndak tahu jawabnya. Selain karena database saya sedikit. Analisa saya yang payah. Kurangnya narasumber dunia militer Indonesia. Juga akibat beberapa telepon “Bangaip, jangan ngegosipin ring 1 yaaa?“. Hehehe…

Hingga detik ini, ketika tulisan ini dibuat. Masih ada tradisi antil-antilan dan Sikap Tobat dalam dunia pendidikan militer.

Antil-antilan adalah istilah yang dipakai, ketika para taruna saling bertemu. Entah mereka taruna Magelang, taruna Jogja… atau malah taruna Bumimoro. Ketika bertemu, akan saling mengantil. Saling memukul. Antil mungkin artinya adalah pukul.
Apabila ada student gathering, Sekumpulan taruna, memilih salah satu yang badannya terbesar dari mereka. Mengadu antil dengan sekumpulan taruna lain. Mirip gorilla kalo becanda. Hehehe…

Lalu ada lagi Sikap Tobat.

Sikap Tobat adalah, sebuah perintah, dari senior kepada junior. Apabila sang junior berbuat kesalahan, maka Sikap Tobat adalah hukumannya.

Sikap tobat adalah posisi. Dimana sang terhukum. Harus push-up dengan menggunakan kepala. Posisi tubuh sama seperti layaknya push-up biasa. Bedanya, push-up Sikap Tobat, tidak memakai tangan. Tangan diletakkan di belakang tubuh.

Sikap Tobat dapat dilakukan dimana-mana, dalam lokasi pendidikan sekolah. Namun yang paling sering, dilakukan di jalan aspal. Ketika tengah hari bolong. Pas matahari memancar dengan panas-panasnya.

Para taruna, yang jidatnya item, bukan gara-gara rajin shalat tahajjud. Melainkan karena terlalu sering diperlakukan Sikap Tobat oleh senior-seniornya. Jidat menghitam, karena ketika Sikap Tobat selesai dilaksanakan…, kulit kepala dan daging dahi…, menempel di aspal yang panas.

.

.

.

Mau dibawa lari kemana republik ini, kalo dipimpin oleh manusia yang kelakuannya seperti itu?

“loh itu guru-gurunya nggak tahu?”

Masak guru nggak tahu kelakuan siswa-siswanya? Emang makan gaji buta?